Minggu, 05 Oktober 2014

Diorama Sekilas

Kala mulai terhempas bagian dari kami 
Lantai mengkilat, kilau cahayanya memantul 
Asap hangatnya hari, kaku dan dingin 
Nada bising terhentak mati 
Tanpa ada sedikitpun segores suara bisa lolos 
Intan kokoh cahayanya gentar, lalu mati 
Nasti, jelas tak bisa! tak mungkin! 
Gagah wajah, hatinya menangis 

Diorama, aku patung, mereka patung 
Ada suara terdengar, namun mengapa masih hening? 
Wajahnya sebagian dibasahi air mata yang dilukis 
Entah mereka kosong pikirannya memikul peran 
Tanpa usaha pun sama saja

Semua tetap diorama yg akan dikenang sebagai kenangan yang memalukan!

Bagaimana

Bagai mana?

Bagaimana bisa melupamu
Sementara kau masih peduli padaku

Kau resah, takut, menghampa
Masih saja aku suka padamu
Padahal kekasihmu masih cinta!

Aku sadar, kau bingung
Kau sadar, aku bingung
Karena kian resah menunggu
Tak tau apa yang kita tunggu?

Aku tau kau masih suka
Kau tau aku masih suka
Lalu bagaimana kekasihmu?
Kau masih cinta?
Dia masih cinta!

Tak tinggalkanmu, karena kau tak jauh dariku
Teringat percakapan tadi malam
Penuh drama dan noda wicara
Dalam hati ingin teriak
Tak lagi peduli sakiti hati sendiri
Namun tetap mencoba ingin dimengerti



Dunia Picik

Dunia pun bersolek cantik
Teriak agar ku cintai
Tawarkan pesona
Agar aku selingkuh dari-Nya

Aromanya menggoda
Ingin ku jilat, ku ciumi, ku peluk
Tanpa peduli nanti aku siapa?
Hanya sedikit ku cintai!

Aku harusnya jadikan kau sekedar babu!
Aku harusnya tak mencintamu!
Aku harusnya memperalatmu, hingga bisa dalam kekekalan
Kekekalan yang tak pernah teriak, namun sejuta pesona

Telah selingkuh dari-Nya
Telah tak setia, padahal yang ku cari kekalnya nanti yang pesona
Tanpa perlu teriak aku, namun sulit ku gapaimu
Merasa penuh dosa kala ku pada-Mu

Tak pernah cukup bila pesonamu pergi
Seperti rakyat jelata kala ku butuh
Meminta-minta dan merintih
Tak sadar aku telah ternoda

Ku cari kekalku nanti
Tak rasakan pantas pata kekalku yang bahagia
Malah mengejar kekalku yang hina dan ternoda
Namun ku menjerit ketakutan

Makhluk macam apa diriku?
Ingin bahagia, namun begini caranya
Ku bunuh ia, namun hidup lagi

Setelah kukenal engkau yang salah wajah

Kalau Aku Tak Dikenang

Selama ini kau pernah menjadi bintang yang bersinar di langit
Entah sampai kapan kau akau bersinar?
Melihatmu bagai melihat bintang Sirius di rasi Canis Major
Orang yang kenal denganmu pun segan
Gambaran tentangmu semoga lekas pergi
Agar anganku tak meninggi

Rasanya ingin aku dikenang olehmu jika aku pergi
Apakah penting jika aku dikenang?
Fatamorgana kata yang tepat untuk hal itu
Lari dari kenyataan bahwa kau telah bersamanya
Ingin rasanya seperti kalian

Sesampainya aku di tempat dan waktu ini
Entah apa yang yang baik ku lakukan
Lambat laut jiwa raga ini akan bercerai
Ah... Itu semua memberitahuku
Lantas, untuk apa aku memikirkan semua ini? Ku jawab
Untuk tahu arti dari kehidupan yang sangat berarti

Caraku mungkin salah agar aku dikenang
Indah rasanya aku melihatmu bersamanya
Nyanyian itu berdengung di telingaku
Tulisan tentang yang kau rasakan
Adalah suatu hal yang membuatku teringat padamu? Ah!

Purnacitramu ingin ku lupakan
Untuk membuatku lupakan kau ketika kau pergi
Tanpa rasa yang membuatku meraju karena kehilanganmu
Ranting pohon kian lama kian jelas terlihat
Itu karena telah terbang satu demi satu saat aku meluapakanmu

Rantingnyapun telah sama tegaknya dengan tanah