Aksara Sunda, adalah aksara abugida, yaitu aksara yang huruf dasarnya adalah konsonan yang disertai fonem /a/. Untuk merubah suara atau fonem /a/, pada aksara abugida, contohnya Aksara Sunda, menggunakan rarangkén atau diakritik. Berikut Aksara Ngalegena (huruf konsonan)nya.
Berikut rarangkén yang digunakan untuk mengubah suara aslinya /a/ menjadi bermacam-macam sora (suara). Rarangkén juga dapat disebut pananda sora atau vokalisasi:
- Rarangkén yang diletakan sebelum ngalegenanya: -é (e pada kata "pendek").
- Rarangkén yang diletakan setelah ngalegenanya: -o, -y- (penulisan latinnya diletakan antara konsonan dan vokal, seperti wid(y)astuti), -h, dan pamaeh paten (fungsinya sama dengan sukun pada huruf hijaiyyah, sehingga ngalegena itu mati).
- Rarangkén yang diletakan diatas ngalegenanya: -i, -e (e pada kata "empat'), -eu (eu pada kata "peuyeum").
- Rarangkén yang diletakan di bawah ngalegenanya: -u, -r- (penulisan latinnya diletakan antara konsonan dan vokal, seperti p(r)amuka, -l- (penulisan latinnya diletakan antara konsonan dan vokal, seperti b(l)ewah.
Tetapi untuk menuliskan huruf yang berdiri tanpa konsonan, harus menggunakan Aksara Mandiri, cntohnya [i]ni, [a]dalah, [a]neh, yaitu:
Berikut bilangan yang digunakan pada Aksara Sunda, tetapi dalam penulisannya, sebelum dan sesudah bilangan [wilangan], harus menggunakan dua tanda selang, contohnya |963|
Berikut contoh penulisan aksara sunda pada pembukaan UDHR (Universal Declaration of Human Rights) beserta transliterasinya:
- Sakumna jalma gubrag ka alam dunya téh sifatna merdika jeung boga martabat katut hak-hak anu sarua. Maranéhna dibéré akal jeung hate nurani, campur-gaul jeung sasamana aya dina sumanget duduluran.
Danke Kamerad!
BalasHapusnice
BalasHapus